Menyelami Samudra Ilmu adalah perjalanan tak berujung bagi para santri yang tekun mempelajari kitab kuning. Tradisi keilmuan Islam klasik ini menjadi fondasi utama dalam pembentukan karakter dan pemahaman agama yang mendalam di berbagai pesantren di Indonesia. Proses pembelajaran kitab kuning bukan sekadar membaca dan menghafal, melainkan sebuah disiplin keilmuan yang kaya akan metode dan filosofi.
Pentingnya pembelajaran kitab kuning terletak pada kemampuannya membentuk pemahaman Islam yang komprehensif. Melalui kitab-kitab klasik seperti Alfiyah Ibnu Malik untuk nahwu shorof, Fathul Qarib untuk fikih, atau Ihya Ulumuddin untuk tasawuf, santri dibimbing untuk memahami teks-teks berbahasa Arab dengan kaidah tata bahasa yang ketat, serta menelusuri argumen-argumen ulama terdahulu. Ini berbeda dengan sekadar membaca terjemahan, karena pembelajaran langsung dari kitab kuning melatih santri untuk berpikir kritis, menganalisis, dan menggali makna secara kontekstual. Misalnya, dalam acara Musabaqah Qira’atul Kutub (MQK) tingkat provinsi Jawa Timur pada tanggal 12 Maret 2024, di mana ratusan santri dari berbagai pondok pesantren berkumpul di Gedung Serbaguna Kota Malang untuk menguji kemampuan mereka dalam memahami dan menjelaskan isi kitab kuning di hadapan dewan juri, yang terdiri dari para kiai dan akademisi.
Metode pembelajaran kitab kuning sangat beragam, disesuaikan dengan tingkatan santri dan jenis kitab yang dipelajari. Salah satu metode yang paling umum adalah bandongan, di mana seorang kiai atau ustadz membaca dan menerangkan isi kitab, sementara para santri menyimak dan menuliskan catatan (makna pegon) di sela-sela baris kitab mereka. Metode lainnya adalah sorogan, di mana santri secara individu membaca kitab di hadapan ustadz untuk diperiksa bacaan dan pemahamannya. Ada pula halaqah, diskusi mendalam yang melibatkan beberapa santri untuk membahas suatu bab atau permasalahan dalam kitab. Penggunaan metode-metode ini secara kombinasi memastikan bahwa santri tidak hanya pasif menerima ilmu, tetapi juga aktif berinteraksi dengan materi pembelajaran. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Kyai Haji Ahmad Faqih, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda, dalam sebuah ceramah pada peringatan Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2023, bahwa “Pembelajaran kitab kuning adalah warisan berharga yang harus terus dijaga dan dikembangkan. Ini adalah jalan untuk Menyelami Samudra Ilmu yang tak terhingga.”
Lebih lanjut, pembelajaran kitab kuning juga melatih santri untuk memiliki sanad keilmuan yang jelas. Sanad ini merujuk pada rantai guru-murid yang tidak terputus hingga ke penulis kitab atau bahkan hingga Nabi Muhammad SAW. Pentingnya sanad ini ditegaskan dalam berbagai forum ilmiah, seperti lokakarya pengembangan kurikulum pesantren yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia pada tanggal 17 Mei 2025, bertempat di Pusat Pengembangan Kurikulum Jakarta, yang melibatkan perwakilan dari 34 provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa penguasaan kitab kuning bukan hanya tentang menguasai materi, tetapi juga tentang menjaga tradisi dan autentisitas keilmuan Islam. Dengan demikian, Menyelami Samudra Ilmu melalui kitab kuning bukan hanya membentuk ulama yang berilmu, tetapi juga ulama yang berakhlak dan berpegang teguh pada nilai-nilai luhur keislaman.